Biosurfactan Mediated Enhanced Oil Recovery

Ketergantungan dunia pada minyak bumi dan pertumbuhan permintaan dunia diduga akan terus menyebabkan kenaikan harga sumber energi utama dunia ini. Diperkirakan permintaan minyak dunia akan naik dari tingkat 84 juta barrel per hari saat ini menjadi 99 juta barrel per hari pada tahun 2015 dan 116 juta barrel per hari pada tahun 2030. Sementara itu, penemuan minyak baru jauh lebih lambat daripada kebutuhan minyak dunia. Kurangnya pasokan minyak dunia dan semakin mahalnya biaya untuk menemukan, mengambil, dan melakukan penyulingan (refining) minyak akan membuat ketergantungan pada bahan bakar minyak menjadi mahal bagi ekonomi.Pertumbuhan permintaan minyak tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan minyak karena produksi minyak konvensional mungkin telah atau segera mencapai puncaknya. Akibatnya, teori pasokan dan permintaan sederhana akan menyetarakan pasokan dan permintaan dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu, ketegangan di Timur Tengah, daerah produsen minyak utama, menambah risiko pasokan minyak dan tentunya juga harga minyak.

Pada era 70 hingga 90an Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai produksi minyak bumi cukup besar. Puncak produksi minyak bumi terjadi pada tahun 1977 dengan jumlah produksi mencapai sekitar 1,60 juta barel per hari dan tahun 1995 dengan jumlah produksi 1,62 juta barel per hari. Setelah periode tersebut, lambat laun produksi minyak bumi mengalami penurunan secara alami hingga mencapai kisaran penurunan antara 5 hingga 15 % per tahun dari total produksi yang ada. Semenjak harga minyak mengalami krisis pada tahun 1998, kegiatan dan pengeluaran biaya eksplorasi dan produksi saat itu menurun secara drastis sehingga produksi minyak bumi mengalami penurunan secara alami. Pada saat ini target APBN tahun 2004 produksi minyak bumi Indonesia adalah 1 juta 72 ribu barel/hari. Tantangan target ini tidak ringan, sehingga terus dilakukan upaya-upaya penambahan produksi untuk mencapai target tersebut, disamping dilakukannya kegiatan eksplorasi di lapangan-lapangan baru di daerah Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan daerah lainnya.

Di Indonesia terdapat 60 cekungan hidrokarbon dimana 22 cekungan belum di eksplorasi serta 38 cekungan telah dieksplorasi ( 15 produksi, 11 belum produksi dan 12 belum terbukti). Cadangan minyak bumi Indonesia cenderung menurun secara alami dan pada saat ini jumlah cadangan yang ada mencapai 8,3 milyar barel (4,3 milyar barel terbukti dan 4 milyar barel potensial) atau dapat diproduksi untuk waktu 20 tahun. Sedangkan jumlah cadangan gas bumi Indonesia yang terbukti dan potensi mengalami kenaikan dengan ditemukannya lapangan-lapangan baru selama 2 tahun terakhir ini dan pada saat ini jumlah cadangan yang ada mencapai 185,6 triliun kaki kubik (95,1 TCF terbukti dan 90,5 TCF potensial) atau dapat diproduksi untuk waktu 64 tahun.

Cadangan minyak bumi Indonesia cenderung menurun secara alami dan pada saat ini jumlah cadangan yang ada mencapai 8,3 milyar barel yang terdiri atas : 4,3 milyar barel terbukti dan 4 milyar barel potensial. Jumlah cadangan ini dapat diproduksi untuk jangka waktu 20 tahun. Sebagian besar cadangan minyak bumi Indonesia masih tersebar di bagian Indonesia bagian barat, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Sedangkan potensi wilayah Indonesia bagian timur belum banyak ditemukan cadangan baru, terutama di daerah terpencil dan laut dalam.

Produksi minyak bumi sebagian besar berasal dari sumur-sumur tua dimana dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara alami mencapai 15 % dari total produksi. Namun dengan usaha-usaha optimalisasi lapangan-lapangan yang ada melalui EOR, Steam flood dan pengembangan lapangan-lapangan baru , penurunan produksi tersebut masih dapat ditahan pada 6,7% per tahun. Dengan EOR (tertiary recovery) jumlah minyak yang berhasil diekstrak dari ladang minyak mencapai 30-60% dibandingkan 20-40% dengan menggunakan primary dan secondary recovery.

Ada beberapa usaha yang dilakukan untuk mempertahankan laju produksi minyak seperti 1) Metode Water injection atau bisa juga disebut Water Flooding yaitu penggunaan injeksi air. Metode ini digunakan untuk mengisi hilangnya tekanan akibat terproduksinya minyak. Air dimasukkan dalam reservoir kemudian air akan menekan minyak keatas sehingga memudahkan dalam pemompaan serta memperpanjang umur dari reservoir itu sendiri. 2) Metode Gas injection yaitu metode yang paling sering digunakan dalam EOR. Dalam metoda ini, gas-gas seperti karbon dioksida, gas alam atau nitrogen diinjeksikan kedalam reservoir sehingga akan menekan minyak kedalam sumur produksi. Selain itu gas-gas yang diinjeksikan akan terdispersi kedalam minyak mampu menurunkan kekentalan minyak sehingga menjadi mudah dalam pemompaannya. Dalam aplikasinya, lebih dari setengah sampai dua pertiga dari gas yang diinjeksikan akan keluar bersama minyak recovery yang umumnya, gas tersebut akan diinjeksikan kembali kedalam reservoir untuk meminimalkan biaya operasi. 3) Metode Reducing residual oil saturation, SOR (alcohol, polymers, surfactants injection), yaitu penggunaan bahan kimia tertentu seperti surfactant, polymer dan lainnya yang diinjeksikan ke dalam reservoir dengan tujuan untuk meningkatkan perolehan minyak dengan cara merubah sifat sifat batuan ataupun sifat-sifat fluida (minyak) dalam reservoir. 4) Metode Thermal: steam injection (to heating of the reservoir to lower the viscosity). Teknik ini mirip dengan teknik Waterflood yaitu dengan tujuan untuk mengarahkan, mendorong, atau menyapu minyak agar menuju atau mendekati sumur produksi. Steam diinjeksikan pada bagian atas reservoir dengan tujuan untuk menurunkan viscositas dari bitumen sehingga secara gravitasi minyak akan terdorong menuju sumur produksi

Berbeda dengan metode-metode yang disebutkan diatas, biosurfactant mediated enhanced oil recovery menawarkan beberapa kelebihan diantara teknik-teknik yang ada. Kelebihan penggunaan metode ini dalam proses EOR antara lain: 1) Merupakan senyawa aktif permukaan alami yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme. 2) Merupakan “Water-Based Surfactant” yang berbeda dengan oil-based syntetic surfactant lainnya dimana penggunaan biosurfactant akan mempermudah dalam proses de-emulsifikasi minyak dengan surfactant yang diinjeksikan kedalam reservoir. 3) Mampu diproduksi secara masal dengan menggunakan bahan baku yang terbarukan sehingga menjadi lebih kompetitif ditinjau dari segi ekonomi dibandingkan dengan penggunaan surfactant sintetis yang mahal harganya. 4) Lebih ramah terhadap lingkungan karena diproduksi secara alami oleh mikroorganisme. 5) Kompatibilitas terhadap lingkungan yang tinggi karena tingkat toksisitas dari biosurfactant yang sangat rendah dibandingkan dengan surfactant sintetis. Untuk itu, upaya recovery minyak dari sumur-sumur tua dengan metode Biosurfactant-Mediated EOR menjadi salah satu alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan.

0 Response to "Biosurfactan Mediated Enhanced Oil Recovery"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme